Kamis, 04 Agustus 2011

Sebelum Terlalu Banyak Berharap

Disadari atau tidak kebanyakan orang tua merasa mempunyai anak yang jauh dari agama, dan lebih mementingkan kehidupan dunia–wal ‘iyadzu billah–.. padahal semua orang tua menginginkan hal yang baik-baik untuk sang buah hati. Menggantungkan harapan kepada si anak, agar menjadi manusia yang patut dibanggakan.

Namun tunggu dulu, memliki anak yang tidak sesuai harapan dalam memegang agamanya bukanlah serta merta menjadi kesalahan mutlak sang anak.




Meskipun sebagai orang tua telah merasa menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang berbasis agama. Disini perlu intropeksi dari orang tua, apa sebenarnya yang salah?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang dinukilkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
أَيُّهَا النَّاسُ! إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ، أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: {يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu suci dari segala kekurangan dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah segala sesuatu yang baik, dan berbuatlah amalan-amalan shalih, sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian perbuat’, dan Allah berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah segala sesuatu yang baik yang telah Kami rizkikan kepada kalian’. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang seseorang yang menempuh perjalanan jauh dalam keadaan kusut masai rambutnya dan berdebu. Dia tengadahkan kedua tangannya ke langit, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku!’ Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan disuapi dengan sesuatu yang haram. Maka bagaimana akan dikabulkan doa orang yang seperti ini?” (HR. Muslim no. 1015)

Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan para rasul untuk makan segala sesuatu yang baik, yaitu segala sesuatu yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan didapatkan dari jalan yang dibenarkan oleh syariat. Apabila tidak dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti khamr misalnya, maka tidak boleh dimakan. Juga bila makanan itu dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi didapat dari jalan yang haram, maka ini pun tidak boleh dimakan. (Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah, hal. 164)

Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengatakan dalam perintah-Nya kepada orang-orang yang beriman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (Al-Baqarah: 172)

sebagaimana yang ALLOH
Subhanahu wa Ta’ala katakan kepada para rasul:
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik.” (Al-Mu`minun: 51)

Dan di sini ALLOH
Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. (Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah, hal. 165)

Al-Imam An-Nawawi
rahimahullahu mengatakan bahwa hadits ini merupakan hasungan untuk memberikan nafkah dari sesuatu yang halal dan larangan memberikan nafkah dengan sesuatu yang tidak halal. Selain itu juga menunjukkan bahwa minuman, makanan, pakaian dan yang semacamnya seharusnya berupa sesuatu yang halal, bersih, dan tidak mengandung syubhat. Hadits ini pun menunjukkan bahwa seseorang yang ingin berdoa hendaknya lebih memerhatikan hal ini dibandingkan yang lainnya. (Syarh Shahih Muslim, 7/99)

Ini pun merupakan peringatan keras dari memakan segala sesuatu yang
haram, karena hal itu termasuk sebab tertolaknya doa, walaupun dia juga melakukan hal-hal yang merupakan sebab terkabulnya doa.
Di sini Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka bagaimana akan dikabulkan doa orang yang seperti ini?”

Di samping itu, makan makanan yang haram –
wal ‘iyadzu billah– merupakan sebab seseorang meninggalkan kewajiban-kewajiban agamanya, karena jasmaninya telah disuapi dengan sesuatu yang jelek. Segala suapan yang jelek ini pun akan berpengaruh pada dirinya. Wallahul musta’an. (Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah, hal. 175)

Begitu banyak contoh dari Rasulullah agar berhati-hati terhadap apa yang masuk melalui kerongkongan kita,

seperti yang dinukilkan oleh Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah sallallahu alaihi wassalam
نِّي لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي، أَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى فِرَاشِي، ثُمَّ أَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا، ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُوْنَ صَدَقَةً، فَأُلْقِيْهَا
“Aku pernah datang menemui keluargaku. Kemudian aku dapatkan sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Aku pun mengambilnya untuk kumakan. Lalu aku merasa khawatir jika kurma itu adalah kurma sedekah, maka kuletakkan lagi kurma itu.”

Selain dirinya, beliau juga berusaha menjauhkan cucunya dari makan sesuatu yang haram. Beliau melarang cucunya makan sekedar sebutir kurma yang berasal dari kurma sedekah –sementara sedekah di
haramkan bagi keluarga beliau– dan memperingatkan sang cucu. Diceritakan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
أَخَذَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ، فَجَعَلَهَا فِي فِيْهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كِخْ كِخْ، ارْمِ بِهَا، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّا لاَ نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ؟
Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma memungut sebutir kurma dari kurma sedekah, lalu dia masukkan kurma itu ke mulutnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Kikh, kikh1! Buang kurma itu! Apa kau tidak tahu, kita ini tidak boleh makan sedekah?” (HR. Muslim no. 1069)

Demikianlah, tanggung jawab orang tua bukan hanya memberi anak-anak makan, mencukupi seluruh kebutuhannya, tapi juga mengatur agar tidak ada berlebih-lebihan, yang menyebabkan hilang pikiran dari mana asal nafkah yang dibelanjakan.
Wallahu’alam

Penulis : Bunda_Zsa2 (Ummu Daffaa')





Tidak ada komentar:

Posting Komentar